Kamis, 06 Desember 2007


MENCUCI GELAS SEHABIS PENGAJIAN
Kadang-kadang aku memperhatikan sesuatu yang tidak diperhatikan oleh orang lain. Seperti halnya mencuci piring dan perabotan lainnya. Utamanya gelas, ketika kita mencuci gelas, gelas yang bentuknya kosong ditengah dan terbuat dari bahan yang mudah pecah, apabila tidak berhati-hati untuk menjaganya maka akan rawaaaan sekali gelas tersebut akan pecah.
Tetapi yang kita bicarakan kali ini bukanlah tentang pecah dan tidaknya gelas, melainkan suatu fenomena yang erjadi dalam kejadian mencuci gelas sehabis pengajian.
Sudah banyak sekali gelas-gelas yang pecah ketika di cuci, ada yang terbentur lantai ada yang bersinggungan dengan gelas lainnya dan lain sebagainya. Contoh kecil saja bisa kita ambil kesimmmpppulan bahwa gelas tersebut apabila bersinggungan dan tidak kuat untuk menahannya maka gelas tersebut akan pecah, sama halnya dengan gelas yang jatuh atau berbenturan dengan lantai apabila gelas tersebut tidak kuat untuk menahannya maka gelas tersebut akan pecah pula. Ini bisa kita ibaratkan seperti halnya hubungan antar manusia. manusia satu dengan yang lainnya akan selalu terjadi persinggungan, entah itu singgunagan yang negatif atau singgungan yang positif. Bila persinggungan tersebut terjadi, maka akan timbul efek yang menyenangkan atau efek yang memuakkan. Efek menyenangkan tidaklah terlalu bermasalah, tetapi yang menjadi masalah adalah apabila terjadi efek persinggungan yang tidak mengenakkan. Seperti gelas bisa pecah, manusiapun tidak berbeda. Jika ia tidak begitu kuat untuk menahan hal ia alami maka ia akan pecah, dengan kata lain ia akan melakukan hal-ha yang tidak produktif, seperti halnya putus asa, marah tidak pada tempatnya, bahkan hingga bunuh diri akan ia lakukan.
Lebih dalam lagi akan kita bahas fenomena yang terjadi ketika gelas dicuci dan dibilas. Ketika kami mencuci, kami selalu menyediakan dua macam bak. Satu bak untuk mencuci dan satu baka lagi untuk membilas gelas yang sudah di cuci tersebut. Air pembilasan sangatlah banya, hal itu memang kami sengaja agar pembilasaan serasa lebih mudah. Kebetulan pada saat itu saya yang bertugas untuk membilas. Disitu ada suatu fenomena yang sangan menarik untuk diamati.
Ketika gelas yang sudah dicuci mulai demasukkan ke dalam bak pembilasan, gelas ada yang masih mengambang dan ada gelas yang masuk tenggelam kedalam air secara keseluruhan. Gelas yang mengambang sering terjadi benturan-benturan, ting-ting begitu bunyinya, apalagi ketika air yang tenang tersebut semakin digoyang, maka benturan tersebut akan semakin keras. Berbeda halnya dengan gelas yang tenggelam, gelas-gelas ini tidaklah rawan beerbenturan sehingga posisi amam dapat untuk disandangnya. Tetapi mengapa hasil menunjukkan bahwa gelas yang banyak pecah adalam gelas yang tenggelam?. Alasannya adalah, karena gelas yang tenggelam memang dapat dinyatakan tidak rawan untuk berbenturan tetapi sekali saja gelas-gelas tersebut berbenturan maka akan menghasilkan benturan yang sangat dasyat, sehingga sangat mungkin sekali gelas-gelas tersebut langsung pecah.
Hal ini dapat kita analogikan terhadap kehidupan kita, seorang yang mempunyai wawasan keilmuan yang rendah seperti gelas yang tidak menyelami air, mereka hanya mempunyai koor keilmuan yang mengambang sehingga mudah untuk diombang-ambingkan seperti halnya gelas yang mengambang, mereka mudah untuk diprovokasi dan diajak “ngalor ngidul” oleh sang provokator mereka akan lebih sering bersinggungan antara satu dengan yang lainnya, padahal mereka masih belum jelas memperebutkan apa yang seharusnya mereka perjuangkan, mereka hanya menut apa yang dikatakan oleh sang provokator dan bisa disimpulkan mereka tidak menganalisa dan berpikir panjang dalam menghadapi suatu masalah, tidak membandingkan antara efek baik dan buruknya. Pikiran instan inilah yang nantinya dapat menyebabkan mereka cenderung menggunakan kekerasan dan tidak mempunyai tindak lanjut yang berarti dalam menyelesaikan suatu masalah. Sehingga apa yang ia lakukan seolah-olah tidak berarti bagi dirinya sendiri terlebih memberikan manfaat kepada orang lain. Malah sebaliknya yang terjadi adalah perbuatannya lebih sering merugikan dirinya sendiri dan menyakiti orang lain.
Berbeda dengan orang mempunyai wawasan luas dan pemahaman yang lebih mendalam tentang ilmu pengetahuan, baik ilmu pengetahuan alam maupun sosial. Mereka sama dengan gelas yang telah tenggelam menyusuri bagian bawah bak sehinnga mempunyai pendirian yang kokoh dan tidak mudah untuk terprovokasi orang –orang yang menginginkan keadaan menjadi semrawut dan tidak terkendali. Mereka adalah orang –orang yang dalam kehidupannya lebih banyak menggunakan otaknya bukan otot untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ia hadapi. Sehingga hasil sangatlah bisa dibedakan antara mereka yang menggunakan otak dan otot belaka. Tetapi hal yang disayangkan dari mereka adalah apabila mereka sudah terlanjur untuk saling berbenturan maka keretakan yang terjadi antara mereka cenderung membentuk keretakan yang sifatnya serius dan tidak mudah untuk diselesaikan, karena masing-masing mempunyai acuan berpikir dalam setiap tindakan mereka. Bukanlah rahasia jika memang sulit untuk menyatukan suatu doktrin yang berbeda menjadi suatu penyelesaian yang dapat diterima oleh dua belah pihak. Seperti gelas yang yang tenggelam yang berbenturan, sepertinya memang dari permukaan terlihat benturan tersebut tidaklah keras tetapi sesungguhnya benturan tersebut sangatlah kuat yang terjadi hingga menyebabkan gelas-gelas tersebut pecah, orang-orang ini juga begitu jika diantara mereka terjadi benturan, maka bisa-bisa hal terdebut dapat menyebabkan perpecahan diantara mereka.

Tidak ada komentar: